Pendahuluan
Jepang merupakan Negara yang memiliki berbagai macam kebudayaan. Kebudayaannya adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar (Koentjoroningrat, 1985:180).
Keberadaan kebudayaan di Jepang jika menurut kepada pembabakan sejarah Jepang, sudah ada sejak zamn jomon yaitu pada 12.000 SM. Kebudayaan jomon berceritakan gaya hidup, di mana masyarakat tinggal di rumah-rumah yang dibangun diatas tanah yang digali dan diatasnya didirikan rumah beratap dari kayu , kebudayan jomon juga berupa tembikar temali.
Kebudayaan Jepang Kuno
Kebudayaan yang tertua di Jepang berpusat di kota Yamato. Pada masa ini tingkat kebudayaan Jepang masih sederhana. Kota-kota lain belum muncul, rumah-rumah dibangun secara komunal. Sesuai dengan keadaan alamnya, orang-orang Yamato sudah pandai berlayar menggunakan perahu-perahu kecil, sehingga kemungkinan mereka telah mengenal perdagangan. Alat tukar (uang) belum mereka kenal, sehingga perdagangan dilakukan dengan sistem barter. Adapaun barang-barang yang diperdagangakan ialah hasil-hasil pertanian, alat-alat rumah tangga dari tanah liat dan alat-alat perang yang amsih sangat sederhana. Alat-alat perang diperdagangkan, karena Negara selalu diliputi oleh suasana perang sauadra. Masyarakat juga telah mengenal pakaian dari serat rami dan kulit kayu. Bahan maknan pokok mereka bukanlah nasi, melainkan ikan.
Sistem keagamaan Jepang pada saat itu masih sanagt sederhana sekali, orang belum mengenal tempat suci secara khusus. Memang pada saat itu orang belum memikirkan tentang misteri kehidupan. Alam dan isinya ialah milik dewa. Rakyat Jepang maish percaya bahwa manusia itu dikelilingi oleh roh-roh yang tinggal di gunung-gunung, pohon-pohon, dan batu-batuan. Jelaslah disini bahwa masyarakat masih percaya memuja para leluhur dewa, bahkan kadang-kadang percaya pada kekuatan gaib yang ada pada benda-benda tertentu. Pada mulanya memang tidak ada nama tertentu untuk menyebut agama mereka, akan tetapi setelah datang agama-agama lain dari luar maka kesadran agama mereka mulai kuat, dan kemudian lahirlah agama Shinto yang merupakan agama asli Jepang.
*Pengaruh dari luar
Kebudayaan dari luar yang banyak berpengaruh di Negara Jepang ialah kebudayaan Cina (sebagai Negara tetangga terdekat yang perdabannya pada kala itu lebih maju daripada Jepang), dan India walaupun hanya terbatas pada masalah agama saja, yakni agama Buddha. Berbagai cabang kebudayaan dapat dilihat di bawah ini :
~Kesusasteraan.
Pengaruh dalam bidang ini dirasaka sangat besar, karena pada dasarnya masyarakat Jepang mengagumi kebudayaan Cina pada masa itu. Dalam bidang kesusasteraan tampak pada dua hal yakni bentuk-bentuk tulisan dan filsafat Cina.
~Kesenian
Di bidang kesenian yang tampak menonjol ialah seni bangunan. Hal ini sebenarnay terjadi akibat pengaruh agama buddah yang telah begitu kuat di Jepang. Kuil-kuil agama Budhha banyak didirikan denagn model seperti yang ada di daratan asia. Seni lukis tampak moisalnya pada gambar-gambar sang Buddha Gautama atau lukisan-lukisan yang menggambarkan kepercayaan bangsa Jepang. Begitu juga seni patung tampak di berbagai daerah, seperti patung-patung Buddha dan sebagainya. Dalam kerajinan tangan, seperti membuat / menenun kain halus juga amsih kelihatan jelas pola-pola Cin dan Korea.
~Keagamaan
Dalam bidang agama, orang Jepang sangat tat kepada aagma mereka. Pada umumnya rakyat Jepang bebas memilih kepercayaan mereka baik yang asli maupun yang datang dari luar negeri. Kepercayaan mereka yang asli masih sangat sederhana. Pengaruh dari luar (Asia) membawa banayak perubahan bagi agama asli Jepang, yaitu diantaranya ialah agama Buddha masuk ke Jepang pada abad VII M (tepatnya pada 552 M). agama asli Jepang ialah agama Shinto, yang adlam bahasa Cina berarti the way of the god (jalan para dewa). Pemujaan dalam Agama Shinto berpusat kepada Dewa Matahari dan kaisar yang dianggap sebagai wakilnya di bumi (dengan tenno sebagai lambang kekaisaran) (Dasuki 1, tanpa tahun).
Agama Buddha dapat berkemabng dengan pesat berkat adanya perlindungan dari para kaisar, bangsawan, serta para pemimpin feodal, bahkan pada amsa pemerintahan Shotoku, agama Buddha berkembang dan menyebar dengan pesat. Bersamaan dengan maju pesatnya agama Buddha, maka kebudayaan Jepang mulai banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Buddha. Kuil-kuil besar dari Pagoda dengan model Cina mulai dibangun di Jepang.
Menjelang runtuhnya kekuasaan Tokugawa pada akhir XIX M, agama Buddha mulai kehilangan kepercayaan dasar Bangsa Jepang, khususnya golongan mudanya. Golongan terpelajar umum nya cenderung menerima konfusianisme yang berasal dari daratan Cina. Konfusianisme telah menjadi faktor yang menentukan di dalam kehidupan dan acra berpikir bangsa Jepang. Konfusianisme memberikan pengaruh sampai zaman modern ini, misalnya kepatuhan anak terhadap orang tua, isteri terhadap suami, ketaatan hamba pada tuannya. Budi pekerti seperti yang berpangkal pada konfusianisme masih tetap diajarkan di sekolah-sekolah dewasa ini. Seperti telah kita ketahui, Konfusianisme adalah ajaran tentang kesusilaan/moral.
Mulai abad XVI M, masuklah agama baru ke Jepang yakni agama Kristen yang dibawa oleh para misionaris Kristen. Tokoh yang diambil bagian penting dalam hal ini ialah Franciscus Xaverius, yang memasuki Jepang pada 1549 dan berhasil mendarat di Kagoshima (Samso,G.B.,1970).
Perlulah kiranya ditambahkan dsini adanya kesetiaan yang telah merupakan tradisi bagi bangsa Jepang. Semangat kesetiaan yang telah lama menjiawi golongan militer, dan Samurai Jepang dikenal dengan nama Bushido, yang berarti ajaran kepahlawanan atau kode etik kehidupan kaum militer. Seorang Samurai harus rela mengorbankan hdupnya, keberannya, bahkan keluarganya jika perlu, demi pengabdiannya kepada bangsa dan Negara, maupun tuannya.
*Sikap Jepang Terhadap kebudayaan Asing.
Mengenai sikap Jepang terhadap kebudayaan asing, kiranya perlu dicatat juga bahwa Jepang tidak semata-mata menjiplak kebudayaan asing. Karena takut dicap sebagai orang biadab, maka setiap kali ada pengaruh asing yang mereka terima, lalu diubah, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan bangsa Jepang. Hal ini sesuai dengan semboyan bangsa Jepang yang berpegang pada prinsip adapt,adopt,invent yang berarti meniru, menyesuaikan dan mencipta (Latourette, 1957).
Sepanjang waktu mereka terus merubah apa yang mereka teriam adari luar dan berusaha memperkaya kebudayaan mereka. Hal ini dijalankan samapai zaman sekarang. Bangsa Jepang selalu berusaha sedapat mungki untuk menyamai kemajuan budaya Negara- Negara yang telah maju.
Nama : Rizka Setya Rini
NPM : 18220010